MAGIC ON THE STREET

Magic on the street saat malam takbiran

Remaja Nampu

Halal Bihalal Hari Raya Idul Fitri 2016

Magic On The Street

Kegiatan rutin saya saat malam minggu yaitu bermain magic on the street

Kelas 9B

Anak-anak kelas 9B SMP N 7 Purworejo

Field Study

Kegiatan field study ke Museum Gunung Merapi

Minggu, 18 Desember 2016

KOMUNIKASI NON-VERBAL

A.    Definisi dan Batasan Umum Komunikasi Non-Verbal
1.      Definisi  Komunikasi Non-Verbal
Pengertian komunikasi non-vebal adalah semacam ‘’elusive’’ atau sesuatu yang dipahami. Hal ini bisa dimengerti, karena karena komunikasi non-verbal menyangkut ‘’rasa’’ dan ‘’emosi’’. Disamping itu, jenis dan tindakan-tindakan non-verbal sangat beraneka ragam dan banyak, tetapi di dalam kehidupan sehari-hari, perilaku non-verbal sangat membantu pembentukan makna pada setiap pesan komunikasi yang ada. Sebagi ilustrasi, Budi hari ini tampak senang karena mendapat nilai bagus dalam ujian matematika. Dia tidak hanya bercerita dengan teman-temanya tentang kegembiraannya, tetapi secara atraktif dia meloncat-loncat dan tertawa kegirangan.
Kemudian, Frank E.X.Dance dan Carl E. Larson (1976) dalam bukunya “The functions of human Communication: A Theoritical Approach”, menawarkan satu definisi tentang komunikasi non-verbal sebagai suatu stimulus yang pengertiannya tidak ditentukan oleh makna isi simboliknya. Sebagai contoh, orang mengedipkan mata, merah muka, mengketuk-ketuk jari kemeja, duduk bersandar, dan berdiri tegak. Makna dari tindakan-tindakan itu tidak tergantung dari makan isi gerakan-gerakan tersebut, tetapi tergantung pada interpretasi dari orang-orang lain yang mengamatinya. Tentunya, hal ini akan menimbulkan interpretasi makna yang berbeda-beda.
Di lain pihak, Jude K. Burgoon dan Thomas J. Saine (1978) dalam bukunya “The Unspoken Dialoque: An Introduction to Non-Verbal Communication”, memberikan definisi kerja sebagai berikut:
“Komunikasi noon-verbal adalah tindakan-tindakan manusia yang secara sengaja dikirimkan dan diinterpretasikan seperti tujuanya dan memiliki potensi akan adanya umpan balik (feedback) dari yang menerimanya”.
Contohnya, ketika kita ingin memutuskan hubungan persahabatan dengan teman, kita mungkin tidak mengatakan padanya. Tetapi kita menunjukkan sikap tertentu seperti tidak datang kerumahnya, tidak lagi membuat janji, dan lain-lain. Tentunya, tindakan-tindakan tersebut akan mengundang pertanyaan teman kita dan dia akan memberikan tanggapan atas tindakan-tindakan yang kita lakukan.
Hickson dan Stacks (1989) dalam bukunya “Non-Verbal Communication Studies and Application”,memperluas pengertian dari Burgoon dan Sainc di atas, dengan mengatakan bahwa:
“stimuli tertentu dari perlakuan non-verbal mungkin terjadi dengan tidak disadari dan perilaku non-verbal diatur oleh norma-norma yng dihasilkan oleh interaksi manusia”
Contohnya, apabila kita sedang menghadapi tes wawancara pekerjaan, dan ketika itu kita melakukan kesalahan, maka tubuh kita akan berkeringat atau muka kita memerah. Hal itu akan terjadi diluar keinginan kita.
Disamping itu, suatu pengertian yang praktis di berikn oleh Ronald B. Adler dan Neil Towne (1987) dalam bukunya “Looking Out Looking in”, apabila komunikasi verbal berarti “kata-kata” komunikasi non-verbal berarti “tanpa kata-kata”. Namun mereka menambahkan, bahwa pengertian tersebut tidak akurat, karena kalau dilihat dalam kenyataanya pesan-pesan tertentu ada yang tidak terkatakan dan ada aspek-aspek vokal yang tidak nyata sebagai pesan verbal. Sebagai contoh, kadang kala kita sulit untuk menggambarkan dengan kata-kata tentang “krindahan”, di lain waktu kita sering mengeluh yang terekspresikan lewat suara “huh, ckckck” dan sebagainya.
Dari beberapa penjelasan diatas, sebenarnya pemberian definisi oleh berbagai ahli tersebut telah menimbulka perdebatan. Hal ini menunjukkan adanya suatu kesulitan untuk memberikan batasan-batasan pengertian yang tegas tentang komunikasi non-verbal. Oleh karena itu, untuk membantu pemahaman kita tentang komunikasi non-verbal dapat didefinisikan secara umum sebagai “pesan-pesan yang diekspresikan secara sengaja atau tidak sengaja melalui gerakan/ tindakan/perilku atau suara. Suara atau vokal yang berbeda dari penggunaan kata-kata dalam bahasa”.
2.      Batasan-batasan umum komunikasi non-verbal
Disamping definisi-definisi yang telah dijelskan, perlu ditambahkan disini batasan-batasan  umum dari komunikasi non-verbal. Joseph A. Devilo (1986) dalam bukunya “the Interpersonal Comumunication Book”, menjelaskan beberapa gambaran umum tetang komunikasi non-verbal, sebagai berikut:
a.    Komunikasi non-verbal berada dalam konteks
Suatu peilaku non-verbal yang sama mungkin akan akan mempunyai makna yang berbeda, ketika ia akan muncul dalam konteks yang berbeda. Contohnya, suatu kedipan mata seseorang bisa berarti ajakan untuk bergabung denganya. Tetapi, pada konteks lain kedipan mata itu bisa bermakna sebagai sikap berbohong.
Untuk hal yang sama, makna yang diberikan oleh suatu periaku non-verbal juga tergantung pada pesan verbal yang menyertainya. Misalnya, ketika kita mempertahankan argumentasi dalam suatu diskusi, sering kali tangan kita mengepal atau mengacung-acungkan jari untuk menekankan pada hal-hal  yang penting. Tindakan-tindakan itu akan berbeda artinya dikala kita  berdebat dengan pegawai stasion atas keterlambatan kereta api.
Dari kedua contoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu konteks akan menentukan secara luas untaian makna dari perilaku-perilaku atau pesan-pesan non-verbal.
b.Perilaku non-verbal adalah perilaku yang normal
Berbagai bentuk perilaku non-verbal seperti gerak mimik wajah, gerak-gerak tubuh, gerak otot tubuh, berkeringat, merah muka, dan sebagainya; itu terjadi sebagai bentuk-bentuk perilaku yang normal.
c.    Tindakan-tindakan non-verbal saling terintegrasi
Seluruh bagian tubuh secara normal bekerja bersama-sama mengomunikasikan makna-makna tertentu. Sebagai contoh, orang tidak akan mengekspresikan rasa takut hanya dengan suatu bagian tubuh tertentu, sementara bagian tubuh yang lain tidak. Rasa ytakut itu akan terekspresikan oleh tindakan-tindakan non-verbal dari beberapa bagian tubuh secara integratif, seperti mata membelalak, tangan dan badan tegang, dan bagian tubuh lainyang berada pada posisi emosional ketakutan.
Dari contoh tersebut dapat disimpulkan, bahwa untuk memahami perilaku non-verbal tertentu harus dipertimbangkan keseluruhan “paket” perilaku non-verbal, dimana tindakan-tindakan non-verbal yang lain akan menjadi bagianya.
d.   Pesan verbal dan tindakan non-verbal saling terintegrasi
Di dalam suatu pesan komunikasi, komunikasi non-verbal akan saling terkait dengan pesan-pesan verbal yang menyertainya. Misalnya, saat sedang marah orang sering bertutur kata dengan keras dan tegang, juga diikuti dengan ekspresi wajah serta gerakan tubuh emosional.
Dalam hal ini, persoalanya akan menjadi lain jika tidak terjadi kesesuaian antara pesan-pesan verbal dan gerak-gerak non-verbalnya. Contohnya, orang berkata senang berjumpa dengan temanya sambil menghindarkan tatapan muka. Temanya akan mudah menangkap ketidakjujuran dari apa yang dikatakannya.
e.    Pesan komunikasi non-verbal bermakna rangkap
Seperti yang telah disebutkan diatas, perilaku non-verbal dapat bermakna rangkap dan biasanya bermakna kontradiktif. Contohnya, ketika hubungan Tono dan Tini semakin akrab. Tini bertanya: “apakah kamu sayang padaku?”. Tono memberikan belaian lembut. Tini penasaran:”kamu tidak sayang padaku, ya?”. Tono memeluknya erat-erat.
Dari contoh tersebut, bahwa sikap tono bermakna ganda. Ada beberapa faktor yang biasanya menyertai suatu pengiriman pesan bermakna ganda : 1) sifat hubunga yang intens (dalam); 2) adanya respon-respon yang tidak cocok; 3) ketidakmampuan menghindari (biasanya dalam kondisi terpojok); 4) adanya ancaman atau hukuman dalam hubungan; dan 5) umumnya terjadi berulang-ulang.
f.    Komunikasi non-verbal selalu dikomunikasikan
Semua gerakan yang kita lakukan dalam hubunganya dengan orang lain selalu dikomunikasikan, diterima, dan diinterpretaskan. Dengan tanpa memperhatikan apakah seseorang melakukan sesuatu atau tidak, perilaku orang itu memberikan informasi tertentu kepaa orang lain. Perilaku non-verba selalu ada dan selalu dikomunikasikan.
Gerakan-gerakan non-verbal tersebut meliputi gerakan mata, mimik wajah, duduk diam disudut, membuka jendela, jalan mondar-mandir, dan sebagainya. Gerakan-gerakan non-verbal ini dalam hubunganya dengan orang lain akan menentukan bagaimana umpan balik dari orang tersebut.
g.   Komunikasi non-verbal berada dalam suatu aturan
Didalam komunikasi verbal atau bahasa, terdapat aturan-aturan yang mudah dikenali, seperti intonasi, makna, stuktur bahasa, dan hubungan- hubungan kalimat.
Sedangkan didalam komunikasi non-verbal, selain tidak mudah dikenal, aturan-aturan tersebut sangat bervariasi. Aturan-aturan didalam komunikasi non-verbal didasarkan pada nilai-nilai atau norma-norma masyarakat. Nilai atau norma merupakan sesuatu yang diharapkan masyarakat kita,dengan sadar atau tidak akan mempelajari nilai atau norma agar dapat berperilaku sepert yang diharapkan oleh masyarakat. Contoh, kita belajar sikap simpatik, sikap duduk, cara berjalan, cara makan, dan sebagainya.
h.   Komunikasi non-verbal sangat menentukan
Pada dasarnya, semua pesan (verbal atau non-verbal) didorong atau dimotivasioleh hal-hal tertentu. Contohnya, menangis merengut, tersenyum, menunjukan jari, dan melambaikan tangan. Hal itu terjdi karena dorongan-dorongan yang ada didalam diri kita.
Namun dalam hal ini harus diperhatikan, bahwa untuk mencari signfikasi perilaku non-verbal tersebut dengan dorongan-dorongan didalam diri tidaklah mudah. Kita tidak dapat mengatakan apa-apa yang sedang dipikirkan oleh seseorang pasti akan dilakukan. Kita semata-mata hanya akan melihat perilaku non-verbal yang nampak. Lalu menginterpretasikan perilaku tersebut.
i.  Perilaku non-verbal sangat terpercaya
Oleh karena banyaknya alasan, tidakah semua komunikasi non-verbal jelas bagi kita, tetapi kita akan cepat percaya terhadap perilaku non-verbal apabila perilaku ini bertolak belakang dengan pesan verbal yang mengikutinya. Contohnya seorang karyawan bercerita banyak tentang pekerjaan pada pimpinanya. Maksudnya, karyawan tersebut menginginkan tambahan gaji. Selama bercerita dia sering terburu-buru; menghindari tatapan muka, dan perilaku lain yang mengindikasikan ketidakjujuran. Pimpinan tersebut akan lebih percaya pada tindakan-tindakan non-verbal karyawan tersebut.
Ada dua alasan mengapa orang cepat percaya pada komunikasi non-verbal: pesan-pesan verbal mudah dimanipulasi dan perilaku non-verbal sering muncul secara tidak disengaja.
j.  Perilaku non-verbal adalah metakomunikasi
Metakomunikasi adalah komunikasi yang berkaitan dengan komunikasi-komunikasi yang lain. Komunikasi tentang komunikasi.
Adapun fungsi komuikasi dari komunikasi non-verbal adalah menjelaskan atau memperkuat perilaku-perilaku verbal atau non-verbal yang lain. Sebagai contoh, seorang dosen yang berbicara didepan kelas tidak hanya mengomunikasikan apa yang dikatakan; tetapi penampilan tubuh, gaya rambut, cara berpakaian, berjalan, dan lain-lain juga dikomunikasikan pada muridnya.

B. Perbedaan Komunikasi Verbal dan Non-Verbal

Komunikasi verbal dan non-verbal dapat dibedakan kedalam empat cara: dilihat dari maksud atau tujuan, mekanisme proses informasi, dan perilaku. Berikut ini adalah uraian mengenai empat cara berikut:

a.      Maksud atau Tujuan Pesan
Perbedaan utama antara komunikasi verbal dan non-verbal adalah perbedaan persepsi orang terhadap maksud atau tujuan dari suatu pesan komunikasi yang akan dikirimkan. Suatu pesan verbal memiliki maksud atau tujuan yang jelas. Maksud atau tujuan yang suatu pesan verbal baik dalam bentuk kata-kata maupun tulisan, dikomunikasikan kepada orang lain yaitu pada saat:
1.)    Maksud atau tujuan pesan dikirimkan oleh sumbernya; dan
2.)    Maksud atau tujuan pesan diterima oleh penerimanya.
Suatu interpretasi tertentu terhadap maksud atau tujuan yang ada akan mengurangi makna isi yang terkandung di dalam pesan tersebut. Sebagai contoh, Amir berkata  pada temannya: “Aku ingin menjadi juara kelas!”. Ketika kata-kata tersebut diucapkan dan diterima oleh orang lain, mengandung maksud atau tujuan yang jelas, yaitu Amir ingin menjadi juara kelas. Tetapi, ketika teman-temannya menginterpretasikan “kata-kata” Amir, misalnya: Amir kok sombong ya, Amir tidak seperti biasanya, Amir telah berubah, atau Amir semakin optimis; keseluruhan maksud atau tujuan yang terkandung dalam “kata-kata” tersebut berlainan, artinya bisa bertambah atau berkurang, dan bisa saja memiliki sifat negatif ataupun positif.
Berbeda dengan pesan verbal, pembentukan makna dari pesan non-verbal tidak ditentukan oleh maksud atau tujuan dari gerakan-gerakan non-verbalnya. Persepsi orang terhadap tindakan-tindakan non-verbal dari orang lain sudah dibenarkan dalam memberikan makna pesan non-verbal itu. Tentunya makna dari pesan-pesan non-verbal memiliki sifat relatif dan berbeda-beda. Hal ini bisa dimengerti, karena persepsi dan kepekaan interpretasi seseorang tidak akan sama.
Dari penjelasan di atas, diberikan suatu ilustrasi tentang norma fisik yang berlaku bagi manusia, yaitu manusia harus berpakaian. Setiap hari kita mengenakan pakaian yang berbeda-beda, tetapi beberapa kali tidak disadari bahwa kita berpaikan untuk seseorang atau sesuatu yang tertentu. Demikian pula kita sering tidak sadar dengan penampilan diri, sedangkan teman-teman lain sering berkomentar tentang warna dan gaya berpakaian kita.
Dari ilustrasi tersebut membuktikan bahwa suatu persepsi dan interpretasi orang terhadap pesan-pesan non-verbal yang dilihatnya sudah cukup memuaskan pendefinisian kualitatif terhadap pesan-pesan non-verbal tersebut.
Setidak-tidaknya ada dua alasan mengapa pemberian makna dalam komunikasi non-verbal terjadi seperti ilustrasi diatas. Yang pertama, suatu tindakan non-verbal cenderung tidak disadari dan bersifat tidak murni seperti pesan-pesan verbal. Kedua, perilaku non-verbal didasarkan pada norma-norma, sedangkan setiap orang akan berbeda perilaku non-verbalnya meskipun norma mereka sama.

b.      Perbedaan simbolik
Dalam kehidupan sehari hari adalah wajar apabila kita memilih warna-warna tertentu dalam berpakaian, selalu menyisir rambut kesebelah kanan, memakai kaca mata “rayban”, memakai kaos sportif, membawa tas “echolac”, dan lain-lain.Tentunya tindakan-tindakan tersebut didasarkan oleh motif-motif atau kebutuhan tertentu. Misalnya, dengan memakan kaca mata “rayban” akan mengamankan mata dari teriknya sinar matahari. Namun, segala hal yang kita lakukan itu dapan diartikan secara berbeda oleh orang lain yang melihat. Bisa saja hal itu dianggap “sok bergaya”. Dengan demikian apa yang kita tampilkan secara non-verbal merupakan symbol-simbol yang akan mempengaruhi pemberian makna terhadap tindakan-tindakan non-verbal tersebut. Sedangkan dengan komunikasi verbal, baik kata-kata yang diucapkan maupun dituliskan akan memiliki arti yang jelas. Di samping itu, setiap kata memberikan “alternatif makna”.Kata-kata bahasa ini terdefinisikan di dalam kamus dan terstruktur di dalam aturan-aturan tata bahasa atau struktur hubungan di dalam kalimat. Kata- kata yang digunakan sehari-hari merupakan abstraksi dari makna-makna yang terkandung di dalam kata-kata tersebut. Contohnya, makna dari kata “bola” merupakan abstraksi dari suatu benda yang memiliki bentuk bulat. Jadi, kata “bola” memang memiliki arti eksplisit yang jelas.
Dari penjelasan dan contoh diatas, dapat disimpulkan perbedaan-perbedaan antara komunikasi verbal dan non-verbal sebagai berikut: 1.) arti dari pesan verbal memiliki sifat eksplisit, sedangkan pesan non-verbal bersifat implisit; 2.) arti dari pesan verbal berkaitan dengan keadaan yang spesifik, sedangkan arti dari pesan non-verbal berkenaan dengan rasa atau emosi; 3.) arti dari pesan verbal bersifat menengahi (mediated) atau alternatif, sedangkan pesan non-verbal bersifat normatif.
c.       Mekanisme proses

Perbedaan ketiga antara komunikasi verbal dan non-verbal berkaitan dengan bagaimana proses informasi terjadi di dalam tubuh manusia. Seluruh informasi komunikasi diproses oleh otak. Otak menginterpretasikan informasi ini melalui pikiran. Di dalam pikiran, terjadi pengotrolan terhadap segala perilaku manusia,baik perilaku psikologis dana tau gerak refleksi maupun perilaku sosiologis seperti belajar dan lain-lain. Cara-cara otak memproses informasi berbeda antara komunikasi verbal dan non-verbal.

Perbedaan utama dari proses informasi didalam otakadalah: pada belahan otak kiri memproses informasi yang bersifat diskontinyu dan arbitrari (berubah-ubah) dan bagian otak kanan memproses segala informasi yang bersifat kontinyu dan ilmiah. Informasi yang bersifat kontinyu dan arbitrari dikenal sebagai informasi digital (angka-angka), sedangkan informasi yang bersifat kontinyu dan ilmiah disebut sebagai analogikal. Informasi digital ini mencerminkan simbol-simbol yang ada di dalam bahasa. Sedangkan proses analogikal berkaitan dengan unit-unit yang menggambarkan emosi atau rasa.
Berdasarkan perbedaan-perbedaan itu, pesan-pesan verbal dan non-verbal akan berbeda pada struktur pesannya. Artinya, aturan-aturan di dalam komunikasi non-verbal adalah kurang terstruktur, lebih sederhana, dan diekspresikan melalui gambaran. Komunikasi non-verbal juga akan tampak jelas pengertiannya apabila dihubungkan dengan konteks dimana interaksi terjadi. Lain halnya dengan komunikasi verbal, yang lebih bersifat teratur didalam tata bahasa dan hubungan-hubungan kalimatnya,. Komunikasi verbal juga dapat menciptakan konteks dimana hubungan itu terjadi.



d.   Pertimbangan perilaku

Perbedaan yang terakhir antara komunikasi verbal dan non-verbal dapat dilihat dari model berikut ini:
Dari model tersebut dapat dijelaskan adanya hubungan antara informasi, perilaku, dan komunikasi (verbal dan non-verbal). Disini terlihat bahwa seluruh wilayah kehidupan dipenuhi oleh informasi, sedangkan beberapa bagiannya adalah perilaku. Bagian yang lebih kecil adalah komunikasi. Di dalam wilayah komunikasi, komunikasi verbal merupakan bagian dari komunikasi non-verbal. Dengan demikian, komunikasi verbal merupakan saringan dari komunikasi non-verbal.
Yang paling penting dari model di atas, adalah bahwa komunikasi non-verbal di dalam proses komunikasi merupakan suatu bentuk dari perilaku manusia. Komunikasi non-verbal bukanlah jumlah yang dapat dihitung. Sebagai perilaku, komunikasi non-verbal terjadi oleh adanya informasi yang tersebar di dalam kehidupan manusia itu sendiri. Keberadaan informasi bisa disadari maupun tidak disadari. Kita dapat menyadari warna dari suatu halaman buku, tetapi tidak akan menyadari bau yang halus. Informasi ini akan menuntun perilaku kita berdasarkan bentuk fisik kita sendiri (secara alamiah atau yang dibentuk) dan mental (yang diterima dan dipengaruhi oleh masa lalu atau masa dating). Informasi menuntun perilaku seseorang baik aksi maupun reaksi terhadap sesuatu.
Di samping semua hal di atas, secara khusus kita dapat menyimpulkan beberapa hal yang merupakan ciri khas dari komunikasi non-verbal. Antara lain:


1.      Komunikasi non-verbal selalu ada
Pada saat kita dan pasangan berbicara dengan berpunggungan dapat mengetahui pendapat dan sikap masing-masing, namun tidak mampu memahami hal-hal lain dari pasangan masing-masing. kemudian disaat kita dan pasangan berbicara sambal mendengar dan bertatap wajah, kita dapat merasakan pasangan masing-masing melalui ekspresi wajah, gaya bicara, gerakan tangan dan kaki, serta gerakan-gerakan yang lain. Di sana dapat ditembukan bentuk-bentuk bahasan yang lain, disamping dari ucapan-ucapan dari pasangan masing-masing.

2.      Kita tidak mungkin tidak berkomunikasi
Dengan mengambil contoh yang ada, pada tahap tertentu kita dan pasangan berdiam diri dan tidak berbicara satu sama lain. Yang terjadi hanyalah saling bertatapan wajah. Masing-masing dapat menangkat ekspresi atau mimik wajah, sikap duduk disaat berpunggungan dan berhadapan, dapat dirasakan apakah bahunya tegang atau rileks, gerakan-gerakan terbuka dan tertutup mata pasangan, serta tindakan-tindakan non-verbal lainnya.
      Sekarang dapat dipahami bahwa setiap manusia adalah merupakan “transmitter” atau saluran informasi yang tidak dapat dimatikan atau dipisahkan. Ketika tidak melakukan apa-apa, kita memberikan informasi tentang diri sendiri secara tidak langsung. Tentunya kita tidak selalu bermaksud atau memiliki tujuan untuk mengirimkan pesan-pesan non-verbal itu. Disaat berbicara dengan gagap berkeringat, merah muka, atau berkerut dahi; semuanya dilakukan tanpa sadar. Tetapi orang lain menyadari dan menginterpretasikan sesuai dengan apa yang dilihatnya. Dengan demikian, semua orang adalah sumber informasi bagi diri sendiri dan orang lain.

3.      Komunikasi non-verbal terikat oleh budaya
Pengertian budaya di sini adalah luas; bisa berarti kebiasaan keluarga atau kelompok kecil, kebudayaan daerah (suku atau etnis) tertentu, atau kebudayaan bangsa. Dari percobaan, apabila kita dan pasangan kita adalah orang jawa dan batak, tentunya dalam mengekspresikan pesan-pesan yang sama akan menampilkan tindakan-tindakan non-verbal yang berlainan. Contohnya, dalam mengambil sikap duduk, orang jawa yang masih memegang teguh tata perilakunya akan bersikap teratur dan rapih. Mungkin pasangan yang bersuku batak akan bersikap bebas dan terbuka. Yang lainnya, dalam mengekspresikan kegembiraan pada orang jawa akan menampilkan sikap gembira yang terkendali, tetapi orang batak akan bersikap gembira lepas.
4.      Komunikasi non-verbal menggunakan perasaan dan sikap
Pada saat kita dan pasangan saling berhadapan atau perpegangan tangan, masing-masing akan dapat merasakan sentuhan dan ekspresi pasangannya dengan jelas. Mungkin akan mengekspresikan: grogi, malu, bermain-main, bersahabat, dan lain-lain.
5.      Komunikasi non-verbal memodifikasi pesan verbal membentuk makna suatu pesan komunikasi
Dari percobaan yang telah dilakukan, ketika pasangan berbicara dengan bertatap muka, sering kali apa-apa yang diucapkan oleh masing-masing pasangan dilengkapi dengan gerak tangan dan tubuh atau mimik wajah. Misalnya, ketika seorang berkata: “saya serius dengan pendapat ini”, hal itu diucapkan dengan mata menatap tajam, juga disertasi dengan gerakan-gerakan tangan yang lain.

C. Jenis Komunikasi Non-Verbal

a.       Komunikasi Tubuh
Tampaknya dari semua jenis komunikasi non verbal komunikasi tubuh adalah paling penting. Hal ini bisa dimengerti karena dalam kehidupan manusia, komunikasi tubuh paling sering digunakan. Komunikasi tubuh dapat digolongkan menjadi empat, gestura/ isyarat, expresi wajah, gerakan mata, dan sentuhan.

1.      Komunikasi gestura/gestures
Komunikasi gestura adalah isyarat atau tanda yang berdasarkan keaslian, fungsi, dan dan perilakunya. Kemudian alo liliweri dalam bukunya “ komunikasi verbal dan non verbal “ mengatakan bahwa, gestures merupakan bentuk perilaku non verbal pada gerakan tangan, bahu, jari jari. Kita sering menggunakan anggota tubuh secara sadar maupun tidak sadar untuk menekankan suatu pesan. Ketika anda mengatakan pohon itu tinggi, atau rumahnya dekat, maka anda pasti menggerakkan tangan untuk menggambarkan deskripsi verbalnya. Pada saat anda mengatakan “ letak itu barang!”, “lihat pada saya” maka yang bergerak adalah telunjuk yang menunjukkan arah. Ternyata manusia mempunyai banyak cara dan bervariasi dalam menggerakkan tubuh dan anggota tubuhnya ketika mereka sedang berbicara. Mereka yang cacat bahkan berkomunikasi hanya dengan tangan saja. 
            Berbagai penelitian yang dilakukan di amerika serikat menunjukkan bahwa 70 sampai 90 % wanita mengalami pelecehan seksual ( sexual harment ). Diduga bahwa pelecehan itu di akibatkan kesalahan wanita sendiri yang terlalu memamerkan tubuh melalui gerakan gerakan yang merangsang. Mengutip dari penelitian monica moore. Seseorang psikolog dari universitas missouri ( AS ) yang berpendapat, bahwa wanitalah yang lebih sering sebagai pemerkasa. Moored menyebutkan, hasil penelitiannya terhadap binatang, tikus besar, gorilla, monyet, burung dan ikan menunjukkan bahwa betinalah yang mengambil prakarsa memilih pasangannya. 
            Penelitian monica moore yang lebih menarik yakni hasil pengamatannya terhadap 100 sampai 200 wanita berusia 18 sampai 35 tahun. Ia mencatat bebrapa perilaku para wanita itu,  antara lain perilaku non verbal untuk menarik perhatian dengan gerakan tubuh tertentu, ada yang melalui mimik wajah, atau lewat isyarat tubuh tertentu. Dalam pengamatannya terhadap wanita di sebuah bar menunjukkan bahwa mereka melakukan 70 % perbuatan, main mata settiap jam, berbeda dengan wanita yang hanya 10 perbuatan main mata bila wanita berada di perpustakaan. 

            Komunikasi gestura terdiri dari :

1.      Emblem adalah tanda-tanda yang akan mengganti kata-kata atau fase-fase secara langsung. Misalnya, tanda setuju dengan lingkaran jari dan ibu jari, tanda perdamaian dengan membentuk huruf “V” dengan jari, ajakan dengan melambaikan tangan, dan sebagainya.
2.       Illustrator berhubungan dengan upaya untuk menggambarkan suatu pesan. Contohnya, apabila kita ingin menggambarkan bola dunia kita memberikan iliustrasi dengan tangan yang membentuk lingkaran. Bentuk-bentuk non verbal yang bersifat menggambarkan ini, biasanya lebih universal bagi semua orang.
3.      Penampilan efeksi adalah gerakan-gerakan wajah yang mengekspresikan makna-makna emosi: marah, ketakutan, bahagia, hasrat atau kelelahan. Dibandingkan dengan emblem dan bentuk illustrator, penampilan efeksi ini sering disadari oleh actor didalam memainkan peran tertentu. Namun penampilan bisa pula dilakukan tanpa disadari.
4.      Regulator adalah jenis periaku nonverbal, yang bersifat mengatur (monitor, menjaga atau mengontrol) dalam pembicaraan dengan orang lain. Seperti, didalam penerapan kita tidak pasif, menatap mata, menggelengkan atau menganggukan kepala, mengatupkan bibir, memfokuskan tubuh dan membuat paralanguage seperti suara “mm….tsk….cek.. Jenis non verbal ini lebih terkait pada budaya dan bersifat umum. Jelas dalam suatu percakapan, sikap-sikap regulator akan mempengaruhi ucapan-ucapan dari orang yang berbicara.
5.      Adaptor adalah perilaku nonverbal yang dilakukan untuk menciptakan rasa nyaman dalam memenuhi kebutuhan tertentu. Misalkan, merokok pada saat menghadapi ujian, menggaruk kulit yang gatal, dll. Perilaku ini bisa disadari atau tidak disadari tetapi dalam keadaan tertentu, kita sulit menebak perilaku ini.

2.      Komunikasi wajah
Komunikasi ini adalah gerakan gerakan wajah yang akan dikomunikasikan dalm hubungan antar pribadi, terutama dalam hal mengepresikan emosi. Ekpresi wajah meliputi pengaruh raut wajah yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara emosional atau bereaksi terhadap suatu pesan. Wajah setiap orang selalu menyatakan hati dan perasaannya. Wajah ibarat cermin dari pikiran dan perasaan. Melalui wajah juga bisa membaca makna suatu pesan. Pernyataan wajah menjadi masalah ketika :
1)      Ekpresi wajah tidak merupakan tanda perasaan 
2)      Ekpresi wajah yang dinyatakan tidak seluruhnya/tidak secara totsl merupakan tanda pikiran dan perasaan.
Gerakan wajah mengkomunikasikan macam macam emosi selain juga kualitas atau dimensi emosi. Kebanyakan periset sependapat dengan paul ekman wallace v. Friesen dan phoebe ellsworth dalam menyatakan bahwa pesan wajah dapat mengkomunikasikan sedikitnya “kelompok emosi” berikut : kebahagiaan, keterkejutan, ketakutan, kemarahan, kesedihan, dan kemuakan/penghinaan. Periset non verbal dele leathers mengemukakan bahwa gerakan wajah mungkin juga mengkomunikasikan kebingungan dan ketetapan hati. 
            Secara umu ada delapan katagori komunikasi wajah ini : bahagia, terkejut, ketakutan, marah, sedih, muak, jijik, dan rasa tertarik. Dalam hal ini, albert mehrabian memberikan tiga katagori besar :
1)      Rasa senang dan tidak senang,
2)      Arousal dan aktivitas fisik dan psikis atau mental,
3)      Rasa dominan dan sikap menurut.
            Dari ketiga katagori komunikasi wajah ini, masing masing akan memberikan contoh. Disaat akan merasakan senang atau nyaman, lazimnya seseorang mengekpresikan dengan tertawa, tersenyum, sikap menikmati hidup, berbesar hati dalam berbicara dan bersikap. Sikap dominan yang ditunjukkan dengan postur tubuh yang santai, suara yang keras atau besar, sikap atau gaya mengatur, menjaga jarak, dan menggunakan ruang besar di ruang kerjanya. Sedangkan sikap arousal dikomunikasikan dengan kecepatan rata rata berbicara dan tinggi rendah suara. Ketiga katagori tersebut dapat juga berkomunikasi dalam satu paket perilaku non verbal tertentu. Seperti rasa takjub, atau kagum, rsa cinta, dan terkesan oleh sesuatu. Misalnya, seseorang merayakan ketulusan meraih gelar sarjana, dia mengekpresikan rasa senang dan selalu tertawa, sikap positif dengan menceritakan perjuangannya dalam ujian, dan sikap dominan dengan mengtraktir teman temannya.
            Oleh karena komunikasi wajah dapat berkombinasi ketika di tampilkan dalam gerakan gerakan non verbalnya hal ini akan menimbulkan persoalan persoalan sebagai berikut :

1.      Keakuratan
Keakuratan ekspresi emosi wajah yang ditampilkan dan hasil dari ekspresi yang diterima sering menimbulkan ketidaksesuaian. Persoalan ini dalam studi komunikasi non-verbal sering menimbulkan kesulitan. Tetapi meskipun muncul persoalan tersebut, keakuratan komunikasi wajah dapat dilihat dalam semacam skala dari bentuk yang mudah sampai yang sulit. Salah satu studi yang cukup memberikan gambaran tentang emosi wajah, digambarkan sebagai berikut :
·         Kebahagiaan memiliki keakuratan 50-100%
·         Terkejut memiliki keakuratan 38-86%
·         Kesedihan memiliki keakuratan 19-88%
Dengan demikian, kebahagiaan memiliki keakuratan yang tinggi, artinya ekspresi bahagia mudah ditangkap maknanya apabila terjadi pasa seseorang.

2.      Pengaruh dari konteks
Ekspresi wajah akan diterima artinya secara berbeda oleh orang-orang apabila dikaitkan pada konteks yang berlainan. Suatu studi menunjukkan bahwa ketika seseorang sedang tersenyum dengan memperlihatkan muka masam, senyumnya akan dinilai sebagai sikap jahat atau mengejek. Tetapi ketika senyumnya itu memperlihatkan garis kerutan di dahi yang tegas, hal ini mencerminkan sikap senang dan bersahabat. Studi ini juga membuktikan bahwa gerakan-gerakan wajah akan mencerminkan emosi diri.

3.      Universal atau relatif
Ekspresi emosi wajah lebih bersifat universal. Orang Indonesia ketika berkomunikasi dengan orang Eropa, mampu merasakan dan membaca emosi-emosi diri orang Eropa melalui ekspresi wajahnya. Seperti senang, takut, atau marah. Sifat relatif dari ekspresi wajah lebih pada apakah ekspresi tertentu diterima atau tidak, bukan pada cara-cara mengekspresikannya. Contohnya, pada suku tertentu rasa muak atau jijik, tau untuk diekspresikan secara terbuka. Tetapi, pada suku yang lain hal itu boleh diekspresikan dengan terbuka.

4.      Ekspresi sesaat
Apakah ekspresi wajah itu tersembunyi atau terbuka tergantung pada tingkat kesadaran seseorang terhadap tindakannya. Misalnya, kita merasa tidak senangdengan yang lain. Ketika orang lain menangkap rasa tidak senang itu, kita menutupinya dengan tersenyum. Senyuman itu akan terekspresikan sesaat, dan selanjutnnya kita sulit menhindari yang semula, yakni rasa tidak senang.

3.      Komunikasi mata, dalam hal ini ada tiga hal yang penting :

1.      Fungsi kontak mata
Komunikasi kontak mata memiliki empat fungsi:
1)      Memonitor umpan balik (feedback) dalam percakapan
Dengan menatap dan kontak mata, kita membuat seorang teman merasa diperhatikan dan dia akan senang berbicara dengan kita. Suasanan diologis akan tercapai dalam percakapan itu

2)      Tanda untuk kembali pada percakapan.
Kontak mata juga sebagai tanda untuk kembali pada percakapan atau diskusi. Seorang dosen setelah menjelaskan sesuatu akan bertanya : “Apakah ada pendapat dari kalian?”, lalu memejamkan mata sesaat. Hal itu menjadi tanda terbukanya percakapan atau diskusi.

3)      Sebagai tanda hakikat suatu hubungan.
Memejamkan mata atau memelototkan mata menunjukkan hakikat suatu hubungan. Sesorang yang tertarik dengan orang lain atau sesuatu akan meningkatkan kontak matanya. Di lain pihak, sesorang mungkin akan memelototkan mata karena tidak senang dengan orang lain.

4)      Sebagai tanda kedekatan fisik
Ketika seorang wanita ingin menyanyi dalam suatu acara pesta atau melakukan sesuatu, ia meminta persetujuan pasangannya. Sang pria akan memejamkan mata sekejap yang berarti setuju dan mendukung secara penuh.

2.      Fungsi menghindari
Seseorang menghindari tatapan mata dapat berarti dia tidak tertarik atau bisa juga untuk menjaga jarak personalitasnya. Dalam percakapan orang bisa saja menghindari tatapan mata karena ia tidak tertarik. Sementara dalam bus orang menghindari tatapan mata untuk menjaga personalitasnya

3.      Melebarkan mata
Bagi wanita, mata yang lebar adalah symbol kecantikan. Tetapi bisa juga, orang memelototkan mata karena dia kagum atau takjub terhadap sesuatu. Bisa juga karena seseorang sedang marah.

4.         Komunikasi sentuhan
Komunikasi sentuhan (touch communication) yang juga dinamai haptik (haptics) barangkali merupakan jenis komunikasi non-verbal yang paling primitif dari segi perkembangan, sentuhan (touch) barangkali merupakan rasa (sense) pertama yang kita gunakan. Bahka ketika, seorang bayi masih di dalam kandungan, sang ayah sering menyentuh perut sang ibu untuk menunjukkan rasa bahagia dan kasih saying. Setelah sang bayi lahir,  kasih saying, rasa aman, dan rasa memiliki diberikan oleh orang tuanya melalui sentuhan-sentuhan. Sentuhan, bagi bayi adalah sebagai awal untuk belajar dan akan menjadi pengalaman hidupnya. Sang bayi mulai belajar  menyentuh dirinya sendiri, menyentuh kuping, jari tangan, hidung, atau alat genitalnya. Setelah bayi itu dewasa, dia mulai belajar untuk melakukan sentuhan terhadap orang lain yang bukan keluarganya, juga segala sesuatu yang ada. dengan demikian, sentuhan memang menjadi bahasa komunikasi yang penting.
Bahasa sentuhan memiliki sejumlah fungsi dalam proses komunikasi, yaitu :

1)      Ungkapan Seksual
Fungsi seksual ini mudah dipahami dan sangat jelas. Seperti, seorang anak mencium, sentuhan yang berkaitan dengan"intercourse", atau bentuk sentuhan yang lain. Seorang pria yang memelihara kumis dan cambang atau seseorang wanita yang menghaluskan kulit tubuhnya, keduanya disadari atau tidak akan meningkatkan peran sentuhan dalam berkomunikasi.

2)      Menghibur atau memberi dukungan
Melalui sentuhan orang dapat menghibur dan memberi dukungan kepada orang lain. Contohnya, memegang tangan, membelai rambut, atau memeluk. Di samping itu, sentuhan merupakan bentuk pernyataan diri. Misalkan, mengucapkan selamat dengan bersalaman adalah mencerminkan hubungan sosial. Sedangkan, mencium pipi menunjukkan hubungan antarpribadi yang intim.

3)      Kekuasaan dan dominasi
Perilaku menyentuh bisa berarti perhatian sekaligus sikap menguasai dan dominasi. Sebagai contoh, seseorang berbicara sambil merangkul dan memegang punggung. Di lain pihak, sentuhan juga menunjukkan status dan kekuasaan. Contohnya, seorang pria di tempat umum, pesta, restoran, atau sekolah, selalu menyentuh pasangannya. Hal ini menunjukkan dominasi pria atas wanita. Tetapi, kalau sentuhan yang sama dilakukan oleh wanita kepada pasangannya, hal itu lazimnya tidak dipandang sebagai dominasi, tetapi sebagai rasa kasih sayang.

b.      Komunikasi ruang
Penggunaan ruang mengungkapkan diri kita sejelas dan sepasti kata-kata dan kalimat. Pembicara yang berdiri dekat dengan pendengarnya, dengan tangan berada di bahu pendengar dan matanya menatap langsung ke pendengar mengkomunikasikan sesuatu yang sangat berbeda dengan pembicara yang duduk mendekam di pojok ruangan dengan tangan terlipat dan mata menatap lantai. Dalam kehidupan sehari-hari, sering terlihat dua orang berbicara dengan jarak yang jauh. Ada pula yang bercakap-cakap dengan berpegangan tangan. Ada lagi orang yang tidak senang didekati, tidak senang orang lain masuk kamarnya, atau duduk di mejanya. Orang ada juga yang sering mengganti dekorasi rumahnya atau menyenangi warna-warna ter tentu. Semua itu adalah aspek dan komunikasi ruang. Litlejohn dalam bukunya Theories of Human Comunication Toronto yang dikutip oleh Alo Liliweri mengemukakan bahwa ruang (space) adalah area yang disediakan secara khusus dalam berkomunikasi antar manusia. Ruang yang berbeda di sekeliling pribadi merupakan ruang yang memungkinkan orang berkomunikasi secara leluasa.

1.      “Proxemics” atau komunikasi jarak
J.Vernon Jensen dalam artikelnya berjudul: Perspective on Non-verbal Intercultural Comunication mengemukakan bahwa kajian terhadap proksemik dalam konteks komunikasi non-verbal merupakan kajian penting.25 Komunikasi jarak berhubungan dengan ruang fisik yang membatasi jarak orang-orang di dalam hubungan antar pribadi.
Menurut Edwar T. Hall (1963), manusia memiliki empat jarak yang dapat menggambarkan empat hubungan manusia;
Pertama, jarak intim, yaitu mulai dari fase dekat (bersentuhan) sampai ke fase jauh sekitar 15 cm sampai 45 cm, kehadiran seseorang sangat jelas. Pada jarak ini masing-masing pihak yang berkomunikasi mampu menyentuh, mendengar, mencium, dan merasakan suara, bau, atau nafas dari pasangannya. Kita menggunakan fase dekat bila sedang bercumbu, untuk menenangkan atau melindungi. Dalam fase dekat otot-otot dan kulit berkomunikasi, sedangkan verbalisasi actual hanya sedikit saja perannya. Dalam fase iini bahkan suara bisikan memiliki efek memperbesar jarak psikologis antara kedua orang yang terlibat. Jarak intim dari komunikasi juga terbentuk dari meningkatnya hubungan psikologis. Fase jauh memungkinkan kita untuk saling menyentuh dengan mengulurkan tangan. Jarak ini masih terlalu dekat sehingga di pandang tidak patut di muka umum. Karen perasaan ketidak patutan dan ketidak nyamanan (setidak-tidaknya bagi orang Amerika), mata jarang sekali saling menatap. Mata terpaku pada obyek lain yang berjarak cukup jauh.
Kedua, jarak personal/pribadi (Personal Distance). Jarak ini merupakan batas pribadi seseorang yang tidak disentuh oleh orang lain. Kita semua memiliki daerah yang kita sebut jarak pribadi, daerah ini melindungi kita dari sentuhan orang lain. Dalam fase dekat jarak pribadi ini berjarak antara 45 sampai 75 cm, kita masih dapat menyentuh atau memegang, tetapi hanya dengan mengulurkan tangan kita. Kemudian kita dapat melindungi orang-orang tertentu-misalnya, kekasih. Dalam fase jauh dari 75 sampai 120 cm, dua orang hanya dapat saling menyentuh jika keduanya mengulurkan tangan. Fase jauh ini menggambarkan sejauh mana kita dapat secara fisik dapat menjangkaukan tangan kita untuk meraih sesuatu. jadi, fase ini menentukan, dalam artian tertentu, batas kendali fisik kita atas orang lain.
Dalam jarak ini, kita dapat melihat banyak detil dari seseorang, rambut yang beruban, gigi yang kuning, pakaian yang kusut, dan sebagainya. Tetapi, kita tidak lagi dapat mendeteksi hangat tubuh. Kadang-kadang kita masih dapat mencium bau nafas, tetapi pada jarak ini etiket kita mengharuskan kita mengarahkan nafas kebagian netral sehingga tidak mengganggu lawan bicara. Bila ruang pribadi diganggu, kita sering merasa tidak nyaman dan tegang. Bila orang berdiri terlalu dekat, pembicaraan kita dapat terganggu, tidak mantap, terguncang, dan terputus-putus. Kita mungkin sukar memelihara kontak mata dan mugkin sering menghindari tatapan langsung. Ketidaknyamanan ini mungkin juga terungkap dalam bentuk gerakan tubuh yang berlebihan. Pada saat yang lain kita tidak keberatan dengan invasi ke dalam ruang pribadi. Sebagai contoh, bila orang lain memasuki daerah pribadi dalam pesta yang ramai, tidak ada perasaan tegang atau tidak nyaman. Begitu pula bila orang yang kita suaki memasuki daerah pribadi kita, kita tidak akan merasa ketidak-nyamanan.
Ketiga, jarak social, yakni jarak di dalam hubungan social kita dengan orang-orang lain. Dalam jarak social ini kita kehilangan detil visual yang kita peroleh dalam jarak pribadi. Fase dekat dari 120 sampai 210 cm. jarak 120 sampai 210 cm ini merupakan jarak yang berhubungan dengan urusan pekerjaan atau pertemuan bisnis dan interaksi pada pertemuan-pertemuan yang bersifat soaial atau impersonal. Sedangkan fase jauh dari 210 sampai 360 cm, jarak yag kita pelihara bila seseorang nerkata, “Menjauhlah agar saya dapat memandangmu”. Pada jarak ini, transaksi bisnis mempunyai nada yang lebih resmi atau bersifat lebih formal. Di kantor pejabat-pejabat tinggi, meja-meja mereka ditempatkan sedemikian hingga si pejabat emastikan jarak ini bila sedang berunding dengan klien.
Tidak seperti jarak intim, di mana kontak mata terasa janggal, fase jauh dari jarak social membuat kontak mata sangat penting; jika tidak, komunikasi akan hilang. Suara umumnya lebih keras dari biasa pada jarak ini. Tetapi berteriak atau menaikkan suara akan mempunyai efek mengurangi jarak social ini ke jarak pribadi.
Keempat, jarak publik. Pada fase dekat dari jarak public yaitu dari 360 sampai 450 cm. pada jarak 360 sampai 450 cm orang bisa mengambil sikap mempertahankan diri atau defensive dari ketakutan terhadap orang lain, karena orang tersebut terlindungi oleh jarak. Misalkan, di tempat-tempat umum atau di kendaraan umum seperti bis kota atau kereta api. Walaupun pada jarak ini kita tidak dapat mengamati secara detil wajah dan mata orang itu, kita masih cukup dekat untuk melihat apa yang berlangsung.
Pada fase jarak jauh yaitu jarak 450 cm sampai 750 cm atau lebih merupakan jarak yang membatasi kita dengan suatu kelompok besar orang-orang. Di sini kita tidak melihat orang-orang sebagiai individu yang terpisah, melainkan sebagai bagian dari suatu kesatuan yang lengakap. Kita secara otomatis mengambil jarak sekitar 9 meter dari seorang tokoh penting. Dan, tampaknya kita melakukan ini terlepas dari apakah tokoh itu dikawal atau tidak. Fase jauh ini merupakan jarak yang diambil seorang aktor untuk beraksi dipanggung. Pada jarak ini gerak-gerik dan suara harus sedikit berlebihan agar tertangkap secara detil. Stsu contoh lainnya, seperti, jarak antara panggung opera dengan penontonnya.

2.      Teritorial
Teritorial/kewilayahan (Territoriality) juga dibahas dalam space communication. Salah satu konsep yang paling menarik dalam etologi (studi tentang hewan di habitat asli mereka) adalah kewilayahan (territoriality). Sebagai contoh, hewan jantan akan menguasai suatu wilayah tertentu dan menganggapnya sebagai milik mereka sendiri. Mereka akan membiarkan calo pasangan memasuki wilayah ini tetapi akan mempertahankannya terhadap gangguan hewan lain, terutama hewan jantan dari spesies yang sama.
Di kalangan rusa, luas wilayah mencerminkan kekuatan rusa jantan, yang kemudian akan menentukan berapa banyak rusa betina yang akan menjadi pasangannya. Rusa jantan yang tidak begitu kuat hanya mampu menguasai sebidang wilayah kecil dan karenanya hanya mampu mengawini satu atau dua ekor betina saja. Ini barangkali merupakan ketentuan alam, karena dengan demikian spesies yang lebih kuat akan menhasilka keturunan lebih banyak. Bila “penguasa wilayah” mengambil suatu wilayah entah karena wilayah tersebut memang tidak bertuan atau karena ia merebutnya melalui perkelahian. Ia menandainya, misalnya, dengan cara mengencingi batas-batas wilayah tersebut. Luas wilayah kekuasaan hewn ini menunjukkan statusnya dalam kawanannya.
Hampir mirip dengan perilaku binatang jantan dalam mempertahankan wilayah kehidupannya, manusia pun dalam proses komunikasi memiliki batas-batas territorial. Batas-batas ini bisa bararti menunjukkan kepemilikan. Contohnya, ruang kamar, ruang belajar atau tempat duduk di sekolah, tidak boleh ditempati atau disentuh orang lain. Komunikasi teritoril ini menunjukkan status seseorang. Seorang manager dengan bebas bisa masuk ke ruang karyawannya, tetapi para karyawan tidak bisa sembarangan memasuki ruang kerja managernya. Demikian pula, pada keluarga-keluarga tertentu, seorang ayah bebas memasuki kamar anaknya, tetapi anak-anak tidak bolegh secara bebas memasuki kamar orang tuanya.
Luas dan lokasi wilayah manusia juga menggambarkan status. Kantor di tengah kota Manhattan, atau di pusat kota Tokyo, atau di daerah Segitiga Emas di Jakarta, misalnya merupakan wilayah yang sangat bergengsi. Mahalnya wilayah-wilayah ini membuat hanya mereka yang memiliki banyak uanglah yang mampu memasukinya.
Status juga diisyaratkan oleh hukum tak tertulis yag memberikan hak untuk invasi. Orang dengan status lebih tinggi mempunyai hak lebih besar untuk memasuki wilayah pihak lain ketimbang sebaliknya. Direktur sebuah perusahaan besar, misalnya, dapat memasuki wilayah seorang eksekutif muda dengan memasuki ruang kantornya, tetapi hal sebaliknya tentu tidak pernah terbayangkan.
Beberapa periset mengatakan bahwa sifat kewilayahan merupakan sifat bawahan dan membuktikan sifat bawaan agresif dari manusia. Periset lain mengatakan bahwa kewilayahan merupakan perilaku yang dipelajari dan didasarkan pada kultur. Tetapi, sebagian besar sependapat bahwa banyak sekali perilaku manusia yang dapat dipahami dan dijelaskan sebagai sifat kewilayahan, dari manapun asalnya.

3.      Estetika dan warna
Estetika adalah komunikasi ruang yang berkaitan dengan dekorasi ruang atau tempat tertentu. Biasanya menciptakan ruang atau tempat tertentu agar mempunyai arti dan keindahan. Keindahan berhungungan dengan cita rasa pemilik ruangan. Misalkan ruang tamu yang cantik akan mempunyai jendela yang besar, warna dinding abu-abu kecoklatan, sinar lampu yang redup, kursi dan meja yang atraktif dan menyenangkan.
Perbedaan etnik ternyata mempengaruhi pola penata ruang di rumah. Perbedaan itu terlihat dalam penataan yang didasarkan pada penggunaan setiap ruangan yang ada. Contohnya, sebagian besar orang Asia atau Eropa merasa bahwa rumah yang kecil mungil merupakan tempat tinggal yang cocok untuk keluarga. Pandangan ini tidak layak bagi orang Amerika. Rumah yang kecil bagi orang Amerika dianggap sebagai tempat tinggal yang terlalu formal, membatasi jarak sosial dengan para tmu dan sahabat, bahkan keadaan ini tidak terlalu sopan. Orang Amerika beranggapan bahwa rumah merupakan simbol persahabatan dan keterbukaan terhadap sesama. Seandainya anda melihat bahwa orang Amerika kurang atau bahkan tidak pernah berkomunikasi dengan tetengga, itu hanya karena alasan ukuran dan penataan rumah karena mereka merasa tindakan semacam itu tidak bersahabat dan demokratis.
Sedangkan warna merupakan simbol komunikasi non-verbal yang dapat memberikan pesan tertentu kepada orang lain. Variasi warna yang kacau atas pakaian, warna dinding dan perabot rumah tangga memberikan kesan (impression) akan pribadi yang kacau dan tidak bisa diatur. Disamping itu, komunikasi wara berkaitan dengan arti-arti warna tertentu dan hubungan warna dengan personalitas. Warna merah bisa berarti berani, warna biru bisa berarti kesedihan, atau merah “pink” berarti bahagia dan sehat. Seseorang yang menyukai warna merah biasanya impulsif, aktif, agresif, penuh semangat, simpati, cepat menilai orang, tidak sabar dan kuat dorongan seksualnya. Mereka yang menyukai warna biru lazimnya konservatif, introspeksi, dan selalu erhati-hati.
Di samping itu versi deddy Mulyana mengatakan bahwa kita jug sering menggunakan warna untuk menunjukkan suasana emosional, cita rasa, afiliasi politik dan bahkan mungkinkeyakinan agama kita, seperti ditunjukkan kalimat atau frase berikut: wajahnya memerah, koran kuning, feeling blue, matanya hijau karena melihat duit, cabinet ijo royo-royo, dan sebagainya. Di Indonesia warna merah muda adalah warna feminine (konon juga warna romantic yang disukai orang jatuh cinta), sedangkan warna biru adalah warna maskulin. Tidak sedikit wanita yang baru melahirkan membeli barang-barang berwarna merah muda untuk anak perempuannya dan benda-benda berwarna biru untuk anak lelakinya. Warna hijau sering dasosiasikan dengan Islam dan Muslim, buk hanya karena warna ini menyejukkan mata, namun juga warna ini dipercayai sebagai warna surga, seperti disebutkan QS. Ar-rahman ayat 64: “kedua surga itu hijau tua warnanya”.28 Sehingga kita sering melihat dinding mesjid dan karpetnya berwarna hijau. Barangkali karena firman Allah tsebut di atas.
Namun karena warna pula orang bisa bertikai dan berselisih paham. Contohnya pada pemilu tahun 1997, Golkar melakukan kuningisasi di wilayah public selama kampanye. Di Solo khususnya, Golkar an PPP n perang warna. Golkarmenguningkan pagar-pagar disekitar Masjid Agung, batas tanaman dan pohon-pohon. Lalu PPP meutihkannya karena kawasan tu adalah milik umum, bukan milik golkar. Akhirnya kedua partai itu pun rebut, dan hamper sja menyelesaikan persoalan di meja hijau. Pemilu tahun 1999, partai yang paling getol melakukan pewarnann di wilayah public adalah PDI-Perjuann. Warna merah meraja lela di mana-mana, di spanduk, grapura, baju seragam, topi, syal, dan sebagainya.
Larry L. Barker dalam bukunya “Comunication”29 memberikan pertanyaan yang berkenaan dengan warna. Pertanyaannya adalah; Apakah anda punya warna favorit? Warna apakah yang tidak pernah anda gunakan untuk baju? Apakah anda juga mempertimbangkan warna pakaian anda ketika anda menghadiri acara tertentu, misalnya kuliah, pertemuan keluarga, pesta atau pemakaman? Apakah pemilihan warna anda berlaku untuk warna dinding rumah? Tidak mudah untuk meneliti apakah warna mempengaruhi suasana hati (mood), apalagi memastikan hubungan antara warna dengan respons tubuh kita, atau mungkinkah hubungan itu sekedar stereotypeyang dipelajari? Berikut adalah suasana hati yang disosiasikan dengan warna:
SUASANA HATI
WARNA
Menggairahkan, merangsang
Merah
Aman, yaman
Biru
Tertekan, terganggu, bingung
Oranye
Lembut, menenangkan
Biru
Melindungi, mempertahankan
Merah, coklat, biru, ungu, hitam
Sangat sedih, patah hati, tidak bahagia, murung
Biru, hijau
Kalem, damai, tentram
Hitam, coklat
Berwibawa, agung
Ungu
Menyenangkan, riang, gembira
Kuning
Menantang, melawan, memusuhi
Merah, oranye, hitam
Berkuasa, kuat, bagus sekali
hitam

Tampaknya daftar warna di atas dan suasana hati yang disosiasikannya-yang versi Amerika-tidak berlaku universal, meskipun mirip dengan yang berlaku dalam budaya ini. Di Cina, merah digunakan dalam acara gembira dan perayaan, sedangkan di Jepang menandakan kemarahan dan bahaya. Biru untuk orang India Cherokee menandakan kekalahan, sedangkan bagi orang Mesir menandakan kebajikan dan kebenaran. Dalam teater Jepang biru adalah karakter peran jahat. Warna kuning menandakan kebahagiaan dan kemakmuran di Mesir, namun di Prancis abad ke-10 menandakan pitu penjahat. Hijau menandakan feminitas kepada sebagian orang Indian Amerika, kesuburan dan kekuatan kepada orang Mesir, dan kemudaan dan energy kepada orang Jepang. Ungu menandakan kebajikan dan kesetiaan di Mesir, keanggunan dan kemuliaan di Jepang.30
Adapun warna yang memiliki makna universal adalah hijau, kuning dan merah. Warna ini ditandai sebagai pengatur lalu lintas. Di mana pun, hijau berarti “silahkan jalan”, kuning “siap-siap atau hati-hati”, dan merah “berhenti”.
c.       Diam
Ada kebiasaan di masyarakat tertentu bahwa diam berarti setuju. Misalnya, seorang gadis ketika dilamar oleh seseorang hanya diam. Nah, orang-orang yang disekitarnya menafsirkan bahwa gadis itu menerima. Ada pula ungkapan “diam itu emas”. Hal ini pernah dipraktekkan oleh Ibu Megawati. Beliau diam seribu bahasa. Tidak pernah memberi komentar atau pernyataan. Tapi ternyata lama-lama diam itu membuat orang menjadi ragu. Apa benar diamnya diam emas, atau diamnya diam tidak tahu, atau diam tidak bisa?
Diam dalam ilmu komunikasi sesungguhnya orang tersebut juga berkomunikasi, sehingga dalam ilmu komunikasi disebutkan bahwa manusia itu tidak bisa tidak berkomunikasi. Diam saja pun juga berkomunikasi.

Dalam proses komunikasi sehari-hari diam mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

1.      Memberi kesempatan berpikir
Seringkali diam berfungsi untuk memberikan waktu berpikir bagi seorang pembicara. Pembicara diam sesaat untuk berpikir apa yang sebaiknya dibicarakan berikutnya. Dalam rapat misalnya, semua peserta rapat diam. Diam disini dapat berfungsi sebagai memberi kesempatan berpikir kepada peserta rapat. Demikian pula ketika seseorang bertanya kepada seseorang akan diam sesaat sambil menunggu apa jawaban dari orang itu. Tentu saja disini yang bertanya diam untuk memberi kesempatan berpikir.
2.      Menyakiti
Diam juga bisa bertujuan untuk menyakiti seseorang. Banyak orang yang suka mendiamkan seseorang yang menjengkelkan. Misalnya dua orang yang bertengkar akan saling mendiamkan. Fungsi lain diam adalah menolak keberadaan dan peran seseorang di dalam suatu kelompok.
3.      Mengisolasi diri
Kadangkala diam juga berfungsi sebagai tanggapan seseorang terhadap rasa takut, malu, atau cemas. Misalnya, seseorang merasa cemas dan malu di dalam suatu kelompok orang-orang.
4.      Mencegah komunikasi
Dengan diam dapat dimaksudkan sebagai upaya untuk menolak membicarakan hal-hal tertentu. Contohnya, seseorang menolak membicarakan pribadi orang lain. Disamping itu diam juga berarti mencegah seseorang akan melakukan kesalahan atau berbicara salah.
5.      Mengkomunikasikan perasaan
Diam juga dapat dimaksudkan memberikan tanggapan-tanggapan emosional. Misalnya seseorang diam untuk menolak dominasi satu terhadap yang lain di dalam hubungan antar pribadi.
6.      Tidak menyampaikan ssesuatupun
Seringkali diam terjadi karena di sana tidak ada yang saling berbicara, atau seseorang memang sedang tidak ingin melakukan atau mengatakan apapun.
Kadang kala diam juga dimaksudkan untuk menjaga perasaan orang lain. Misalnya seseorang mengatakan sesuatu yang kurang tepat, orang yang mendengarkan diam saja. Orang lain diam karena segan menyanggahnya, karena dapat menyakiti orang tersebut, atau dapat membuat hubungan selanjutnya menjadi kaku. Diam kadang juga mengekspresikan tidak percaya kepada pernyataan seseorang. Diam dapat juga mengekspresikan rasa diri tinggi. Misalnya, ia tidak perlu menanggapi pernyataan seseorang karena dinilai seseorang itu adalah seorang yang lebih rendah derajatnya (dalam anggapannya tentu saja). Diam dapat juga berarti mengejek atau meremehkan.

Ya, ternyata diam itu banyak memberi informasi dalam komunikasi. Masalahnya, seringkali kita salah menginterpretasikan aksi diamnya seseorang. Dikira menerima, ternyata menolak. Dikira mengejek, nyatanya tidak mendengar.. ha…ha. Ayo, ada lagi nggak arti diam yang belum saya sebutkan. Ayo…, saya tunggu tambahannya.

d.      “Paralanguage”
Paralanguage dapat didefinisikan sebagai suara-suara atau vokal non verbalyangmerupakanaspek-aspekdaripercakapan.Contoh,desah,menjerit, merintih, rengekan, pekikan, kecepatan berbicara, volume, ritme; resonansi; bentuk-bentuk vokal seperti tertawa, suara-suara “uh-uh, shh”; tinggi rendah suara,dll.
Dalam hal ini, ada dua hal yang berkaitan dengan paralanguage:

1.      Paralanguagedanpersepsi
Orang sering cepat menilai orang lain berdasarkan suara-suara paralanguage. Ketika mendengar pidato yang bersuara rendah, dinilai bahwaorangyangberpidatomerasa“inferior”ataurendahdiridenganapa yang disampaikannya. Di pihak lain, orang yang berbicara keras, dinilai sebagaiorangyangmempunyai“ego”tinggi.

2.      Paralanguagedanpercakapan
Suara-suara paralanguage dapat menjaga dan mengubah peran-peran pembicara dan pendengar di dalam percakapan. Contohnya, apabila seseorang ingin berbicara terus menerus, diselang dengan suara “mmm....nn...”. sedangkan, apabila memberi kesempatan berbicara pada yang lain akan bersuara “yah” atau yang lainnya.

d.      Komunikasi temporal (waktu)
Komunikasi temporal (kronemik, atau chronemics) menyangkut penggunaan waktu, bagaimana kita mengaturnya, bagaimana kita bereaksi terhadapnya, dan pesan yang dikomunikasikannya. Waktu cultural dan waktu psikologis merupakan dua aspek yang sangat menarik dalam komunikasi antarmanusia.
Waktu menentukan hubungan antarmanusia. Pola hidup manusia dalam waktu dipengaruhi oleh budayanya. Waktu berhubungan erat dengan perasaan-perasaan manusia.43 Kronemika (chronemics) adalah studi dan interprestasi atas waktu sebagai pesan. Bagaimana kita mempersepsi dan memperlakukan waktu secara simbolik menunjukkan jati –diri kita; siapa diri kita dan bagaimana kesadaran kita akan lingkungan kita. Bila kita selalu menepati waktu yang dijanjikan, maka komitmen pada waktu memberikan pesan tentang diri kita. Demikian pula sebaliknya, bila kita sering terlambat menghadiri pertemuan penting.44
Penggunaan waktu pada setiap masyarakat akan berbeda-beda. Pada masyarakat tersebut ketepatan waktu dalam segala aktivitas sangat dianggap kursial. Tetapi, pada masyarakat lain letepatan waktu di dalam setiap kegiatan dianggap tidak peting, dan keterlambatan waktu masih ditolerir. Pentingnya ketepatan dan keterlambatan waktu bisa juga berbeda bagi setiap individu. Penggunaan waktu yang efesien dan efektif dianggap sebagai sesuatu yang penting bagi orang-orang “penting”, kaum professional atau para eksekutif. Tetapi hal itu mungkin tidak dianggap penting bagi masyarakat dan golongan lain.

1.      Menunjukkan status
Waktu sangat terkait dengan pertimbangan status. Sebagai contoh, pentingnya menepati waktu terkait langsung dengan status orang yang anda kunjungi. Jika orang ini sangat penting lebih baik anda datang tepat waktu. Bahkan sebaiknya anda datang lebih dini, karena mungkin saja beliau dapat menerima anda lebih cepat dati waktu yang telah ditentukan. Semakin rendah status orang ini, semakin kurang penting bagi anda untuk tepat waktu. Mahasiswa, misalnya, harus tepat waktu untuk pertemuan dengan dosen, tetapi lebih penting lagi untuk tepat waktu dengan dekan, apalagi dengan rector. Dosen sebaliknya, mungkin terlambat datang untuk pertemuan dengan mahasiswa, tetapi tidak akan terlambat bila harus menemui dekan atau rector. Oraganisasi bisnis dan hierarki lainnya mempunyai aturan yang serupa. Penggunaan waktu akan menunjukkan seseorang dalam beberapa segi kehidupan. Misalkan, seorang mahasiswa akab berusaha “on time” atau tepat waktu apabila dia mempunyai janji dengan dosennya. Sebaliknya, tidakdemikian dengan dosennya, apabila dia tidak membuat janji dengan mahasiswanya.

2.      Waktu dan kesesuaian
Artinya penggunaan waktu dalam poses komunikasi berkaitan dengan kesesuaian dari kegiatan yang dilakukan. Contohnya, seorang dosen yang sibuk akan menyempatkan hari-hari tertentu untuk konsultasi dengan mahasiswa, karena waktu-waktu yang lain harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain yang penting. Seorang dokter mempunyai jam-jam praktek tertentu, karena waktu-waktu yang lain, dia harus menengok pasien-pasiennya di rumah sakit. Tetapi, seorang dosen akan memberi toleransi waktu lain untuk konsultasi bagi mahasiswa tertentu yang sudah saatnya mengikuti ujian siding kelulusan kesarjanaannya. Juga, para dokter akan menerima telpon di luar jam kerjanya apabila harus menghadapi keadaan darurat yang menyangkut nyawa orang lain.

Fungsi Komunikasi Non-Verbal
Pada uraian terdahulu telah dijelaskan, bahwa dalam sejumlah cara  komunkasi verbal berbeda dengan komunkasi non-verbal, tetapi keduanya dibutuhkan bersama untuk mencapai suatu komunikasi yang efektif. Dengan menggabungkan keduanya, pembentukan makna suatu pesan komunikasi akan tercapai secara keseluruhan. Gambaran ini merupakan fungsi umum dari komunikasi non-verbal.
Sebenarnya, ada beberapa fungsi umum dari komunikasi non-verbal, tetapi dalam makalah  ini akan dirinci enam fungsi komunikasi non-verbal bersama komunikasi verbal dalam pembentukan makna suatu pesan komunikasi. Dalam hal ini komunikasi non-verbal memodifikasi komunikasi verbal. Enam fungsi ini sesuai dengan pendapat Paul Ekman (1965), sebagai berikut :

1)      Repetisi atau pengulangan
Yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya setelah mengatakan penolakan kemudian menggelengkan kepala.

2)      Kontradiksi atau berlawanan
Yaitu menolak pesan verbal atau memberi makna yang lain terhadap pesan verbal. Misalnya, ketika wajah seseorang merah padam dan sikap yang menahan emosi, seorang teman bertanya, “Marah ya?” namun, dia menjawab “Tidak, saya tidak marah”. Jelas sikap dan ucapan orang tersebut bertentangan. Sesunnguhnya demikian biasanya kontradiksi antara kata-kata yang terucapkan dan tindakan-tindakan yang dilakukan tidak Nampak dengan jelas, halus, dan disamarkan.

3)      Substitusi atau pengganti
Yaitu menggantikan lambang-lambang verbal.Misalnya, tanpa sepatah katapun kita berkata, kita menunjukkan persetujuan dengan mengangguk-anggukkan kepala

4)      Komplemen atau pelengkap
Yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal. Misalnya, kita baru pulang dari pendakian gunung dan merasa bangga telah mencapai puncak. Perasaan bangga tersebut kemudian diungkapka n kepada teman. Kita bercerita sambil memperagakan apa yang kita lihat saat sedang melakukan pendakian. Tindakan-tindakan non-verbal dapat berfungsi melukiskan suatu ungkapan verbal. Dengan gerakan-gerakan yang ilustratif, proses komunikasi akan lebih  bermakna.

5)      Regulasi atau pengatur
Yaitu sebagai alat control atau pengatur pasa komunikasi verbal. Fungsi mengatur ini biasannya berupa sikap-sikap untuk menyesuaikan atau menyatakan tidak setuju. Misalnya, ketika dua orang berbicara yakni yang lain menganggukkan atau menggelengkan kepala. Hal itu dapat membuat percakapan berlangsung dengan baik. Sedangkan, apabila orang yang mendengar selalu menggelengkan kepala, percakapan tidak akan berlangsung dengan baik.

6)      Aksentuasi atau penekanan
Yaitu menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya. Misalnya, ketika kita sedang mengungkapkan kemarahan, kita sambil memukul meja.